Menuai inspirasi, menjadi sebuah keharusan bagi setiap orang yang mengaku sebagai manusia berakal. Dengan menggunakan akal maka seseorang itu akan selalu berpikir tentang berbagai fenomena yang terjadi di setiap waktu, di berbagai tempat, dan siapa pun pelakunya.
Seringnya menggunakan akal akan melatih kepekaan indera. Ketika telah terlatih maka kita pun akan peka terhadap apa yang ada di sekeliling kita yang nantinya akan berbuah beragam inspirasi pada pikiran kita. Intinya adalah kita bisa menemukan inspirasi dari berbagai hal dengan mudah. Semakin peka terhadap segala sesuatu yang ada.
Sebuah perumapamaan menarik, misalnya ia sedang dalam perjalanan yang melintasi berbagai fenomena sosial, berbagai macam pemandangan manusia dengan berbagai macam aktivitas dan perilaku, atau sedang berada di taman bunga yang warna-warni dengan beberapa kupu-kupu yang terbang ke sana ke mari singgah dari bunga satu ke bunga yang lain.
Atau ia sedang berada di pantai yang di sana terdapat suatu perpaduan antara angin laut, gelombang, dan pasir pantai yang selalu disinggahi gelombang. Ombak yang tak pernah henti-hentinya menyambangi pantai, atau karang yang senantiasa sabar diterjang deburan ombak. Bahkan, ketika kita mengamati tingkah laku hewan beserta keunikannya.
Sesuai dengan konsep awal, kita harus belajar dari apa pun, maka tidak menutup kemungkinan kita belajar dari hewan. Kita tahu, hewan adalah lebih rendah kedudukannya dari manusia, tetapi saya pikir hal itu tidak akan membuat manusia menjadi rendah apabila menuai inspirasi dari perilaku hewan. Bagaimana pun hewan adalah ciptaan Yang Maha Pencipta. Sebuah ciptaan dari Yang Maha Agung. Yang tak seorang pun yang dapat menirukan.
Maka tidaklah menjadi halangan bagi kita untuk meraup pelajaran dari makhluk yang bernama hewan. Misalnya, inspirasi dari citah dalam hal menerkam buruannya. Dia fokus pada tujuan, ia pusatkan seluruh perhatian dan pikirannya hanya pada incarannya. Segenap tenaga ia himpun. Tak enggan ia mengendap-endap sebagai strategi sempurna agar si target tak mengetahui keberadaannya.
Ia lari begitu kencang dan kuat. Segala energi dan kekuatannya dikerahkan untuk memburu mangsanya. Pun ketika ia menentukan hewan buruannya, ia tidak sembarang memilih. Dipilihnya incaran melalui pertimbangan dan kecermatan penuh. Ada kriteria tertentu yang menjadi patokannya. Misalnya, dipilihlah rusa yang tidak tua alias muda, tapi yang larinya belum terlalu cepat. Diamati pula posisinya yang sedang sendiri berada di luar komunitasnya. Diawasi yang sedang lengah atau sedang menikmati air membuang dahaga, sehingga sang target adalah mangsa yang benar-benar lengah, tak menyadari bahwa dia sedang diintai pemangsa.
Mari refleksikan dalam pribadi kita waktu menentukan tujuan hidup. Targetan-targetan hidup yang akan kita capai. Impian dan harapan yang menjadi satu kata, cita-cita. Demikian juga cara mencapai tujuan. Proses. Usaha. Segala tindakan yang kita lakukan demi terwujudnya sebuah cita-cita. Usaha kasat mata dan usaha tak kasat mata. Apakah kita sudah seperti citah yang begitu cermat dan jeli dalam menentukan target serangannya dan begitu sabar, tangguh, dan teliti dalam menerkam mangsanya? Jawabannya ada dalam diri kita sendiri. Bersyukurlah ketika jawabannya sudah dan berharap lebih baik dari citah. Apabila belum, segeralah lakukan perbaikan, karena tidak ada yang diinginkan di dunia ini selain perbaikan.

